
Bangkalan – Perjuangan panjang pembentukan Provinsi Madura kembali digelorakan dengan strategi baru dan kesepakatan lintas elemen masyarakat. Dalam forum diskusi lanjutan yang digelar di Gedung Rektorat Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Sabtu (24/05/2025), para tokoh dari empat kabupaten di Madura menyepakati langkah konkret untuk menyusun ulang gerakan pendirian provinsi melalui pendekatan regulasi dan politik tingkat nasional.
Gagasan pembentukan Provinsi Madura bukan hal baru. Ide ini pertama kali mencuat secara serius pada tahun 1999, tak lama setelah era reformasi membuka ruang desentralisasi dan otonomi daerah. Sejumlah tokoh Madura saat itu menginisiasi forum-forum pembentukan provinsi, yang kemudian mengerucut dalam wadah Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Madura (P4M).
Pada awal 2000-an, aspirasi ini sempat masuk dalam wacana pemekaran nasional bersama dengan beberapa daerah lain. Namun, belum adanya kelengkapan syarat administratif dan politis menjadi ganjalan utama.
Memasuki tahun 2012–2014, semangat ini kembali menguat. Sejumlah seminar nasional digelar, termasuk di lingkungan Universitas Trunojoyo Madura, yang mulai mengembangkan kajian akademik tentang kelayakan Madura menjadi provinsi. Sayangnya, langkah ini kembali terhambat dengan diterbitkannya moratorium pembentukan daerah otonomi baru (DOB) oleh pemerintah pusat sejak 2014, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu klausul penting dalam undang-undang ini adalah syarat minimal lima kabupaten/kota untuk dapat membentuk provinsi baru.
Sejak saat itu, para penggerak perjuangan tidak tinggal diam. Judicial review terhadap UU tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi, namun hasilnya ditolak. Dalam kondisi stagnan ini, lahirlah inisiatif untuk membentuk Panitia Nasional Persiapan Pembentukan Provinsi Madura (PNP3M), yang memperkuat basis akademik, sosial, dan politik untuk memperjuangkan provinsi Madura.
Dalam forum tanggal 24 Mei 2025, Ketua PNP3M Ahmad Zaini menegaskan kembali bahwa berdasarkan kajian akademik UTM, Madura sangat layak menjadi provinsi dari lima aspek utama: ekonomi, sumber daya manusia, sumber daya alam, historis, serta sosial, budaya dan bahasa. Namun, regulasi tetap menjadi penghalang utama.
“Kami telah menempuh jalur hukum dan akademik. Kini saatnya jalur politik. Kami sepakat untuk membentuk tim kecil lintas elemen yang akan melakukan audiensi langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, guna mendorong penerbitan Keputusan Presiden (Kepres) sebagai opsi politis pembentukan Provinsi Madura,” jelas Ahmad Zaini.
Bupati Sampang, Slamet Junaidi, dalam pernyataannya menyebut bahwa seluruh kepala daerah di Madura mendukung penuh upaya tersebut. Bahkan sebagai langkah solutif, keempat kabupaten menyatakan kesiapan untuk melakukan pemekaran wilayah administratif agar memenuhi syarat lima kabupaten/kota.
“Semua kepala daerah sepakat. Ini bukan demi kepentingan sempit, tapi untuk kemajuan Madura secara menyeluruh,” ujarnya.
Dukungan serupa juga datang dari unsur legislatif. Anggota Fraksi PKB DPRD Sumenep, Akhmadi Yasid, menyampaikan bahwa DPRD di empat kabupaten memiliki visi yang sama dan siap mengawal proses ini hingga ke pemerintah pusat.
Sementara itu, Sekretaris Bassra KH. Syafik Rofii menyebut bahwa forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kolaborasi antarulama, tokoh masyarakat, akademisi, dan pemerintah daerah dalam mewujudkan Provinsi Madura.
“Sudah terlalu lama Madura menjadi penonton dari kekayaan alamnya sendiri. Sudah saatnya Madura berdiri sejajar sebagai provinsi yang mandiri dan bermartabat,” pungkasnya.
Dengan perjalanan historis panjang sejak 1999, penguatan landasan akademik, serta konsolidasi politik dan sosial yang terus digalang, pembentukan Provinsi Madura kini memasuki fase yang lebih terstruktur. Strategi pemekaran wilayah dan lobi langsung ke Presiden menjadi kunci menuju pintu legalisasi. (D7)