
Di tengah ketidakpastian global yang kian kompleks—mulai dari ketegangan geopolitik, perubahan iklim, hingga disrupsi teknologi—generasi muda dihadapkan pada tantangan luar biasa dalam menyiapkan masa depannya. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global menurun dari 3,3% pada 2024 menjadi sekitar 2,9% pada 2025–2026. Ketidakpastian ini turut memengaruhi kepercayaan bisnis dan konsumsi (OECD, 2024). Lebih lanjut, Global Entrepreneurship Monitor (GEM) 2024–2025 mencatat peningkatan “fear of failure” atau ketakutan gagal dalam berwirausaha, dari 44% pada 2019 menjadi hampir 49% pada 2024. Di Indonesia sendiri, keresahan generasi muda tampak dari fenomena sosial seperti tren #KaburAjaDulu, yang mencerminkan keinginan sebagian anak muda untuk mencari peluang di luar negeri (BBC Indonesia, 2024).
Padahal, Indonesia memiliki bonus demografi yang sangat potensial. Generasi Z dan milenial mencakup sekitar 67 juta orang atau sekitar 24% dari total populasi (BPS, 2023). Survei IDN Research Institute menyebutkan bahwa 27–30% generasi muda memiliki komitmen kuat untuk memulai bisnis, dan bahkan lebih dari 60% menyatakan lebih memilih menjadi pengusaha daripada bekerja sebagai pegawai (IDN Times, 2023). Data dari Badan Pusat Statistik juga menunjukkan bahwa persentase pemuda berwirausaha meningkat dari 18,46% pada 2021 menjadi 19,48% pada 2022 (BPS, 2022). Ini merupakan indikasi bahwa potensi kewirausahaan di kalangan muda semakin menguat, meskipun masih menghadapi sejumlah tantangan struktural.
Momentum Hari Kewirausahaan Nasional yang diperingati setiap tanggal 10 Juni seharusnya menjadi pemantik semangat baru bagi generasi muda untuk menjadikan wirausaha sebagai gaya hidup. Perayaan ini bukan hanya simbolik, tetapi menjadi refleksi strategis atas pentingnya peran wirausaha muda dalam memperkuat kemandirian ekonomi bangsa. Dalam konteks inilah, narasi besar wirausaha sebagai kekuatan sosial dan ekonomi harus terus didorong.
Tren global saat ini menunjukkan bahwa kewirausahaan bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga menjadi wadah ekspresi nilai dan inovasi generasi muda. Wirausaha sosial dan berkelanjutan mulai menjadi pilihan, dengan banyak pelaku muda mengedepankan praktik ramah lingkungan serta memberdayakan komunitas lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Manajemen IPB (2023) menunjukkan keterkaitan signifikan antara pengetahuan kewirausahaan dan orientasi keberlanjutan pada pengusaha muda. Selain itu, laporan Asian Development Bank (ADB) mencatat bahwa pengusaha muda di Asia Tenggara—termasuk Indonesia—semakin aktif memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan pasar dan meningkatkan efisiensi bisnis, meskipun masih terbatas pada akses teknologi dan permodalan (ADB, 2023).
Momentum ini sangat tepat untuk mendorong wirausaha sebagai gaya hidup. Di satu sisi, generasi muda memiliki karakteristik unik: inovatif, adaptif terhadap teknologi, dan berjiwa sosial. Di sisi lain, perlambatan ekonomi global menjadi alasan kuat untuk mendorong inovasi lokal dan kemandirian ekonomi. Budaya kerja yang dulu mengedepankan “cari kerja” mulai bergeser ke “ciptakan kerja,” sejalan dengan aspirasi Gen Z yang lebih menginginkan fleksibilitas, makna, dan nilai dalam pekerjaan mereka (McKinsey & Company, 2023). Bahkan, konsumen muda kini menuntut produk-produk yang tidak hanya fungsional, tetapi juga berkelanjutan dan bermakna secara sosial (GEM Global Report, 2024).
Dalam upaya nyata menciptakan ekosistem kewirausahaan yang kokoh, peran perguruan tinggi tidak bisa diabaikan. Kampus bukan hanya pusat pendidikan, tetapi juga menjadi inkubator ide-ide bisnis inovatif. Banyak perguruan tinggi kini telah mendirikan pusat inkubasi bisnis, menggelar kompetisi wirausaha mahasiswa, dan mengintegrasikan mata kuliah kewirausahaan ke dalam kurikulum lintas program studi. Program seperti Kampus Merdeka dari Kemdiktisaintek juga memberikan ruang lebih luas bagi mahasiswa untuk terlibat dalam praktik kewirausahaan secara langsung. Selain itu, model kolaboratif seperti junior-enterprise dan teaching factory di beberapa universitas teknik terbukti berhasil melahirkan startup berbasis teknologi dan kebutuhan masyarakat lokal (World Economic Forum, 2023). Ini membuktikan bahwa ketika kampus bergerak secara sistematis, mereka mampu menjadi akselerator nyata tumbuhnya jiwa entrepreneur di kalangan generasi muda.
Untuk menjadikan kewirausahaan sebagai gaya hidup generasi muda, dibutuhkan sinergi lintas sektor. Pemerintah perlu memperluas akses pembiayaan seperti dana inkubasi dan hibah untuk UMKM, serta menyederhanakan regulasi yang menyulitkan wirausaha pemula. Dunia pendidikan dan perguruan tinggi harus berani mengintegrasikan kewirausahaan berbasis teknologi dan keberlanjutan ke dalam kurikulum, serta mendorong kolaborasi antara universitas dan industri melalui model seperti junior enterprise. Pihak swasta dan inkubator bisnis dapat berperan dalam mentoring dan pembangunan jejaring (networking), khususnya bagi startup muda berbasis sosial. Sementara itu, media dan masyarakat memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik dan menumbuhkan narasi bahwa menjadi wirausaha adalah pilihan hidup yang bermartabat dan membanggakan, bukan sekadar alternatif terakhir.
Dengan data dan fakta tersebut, sudah saatnya wirausaha menjadi lebih dari sekadar pilihan karier; ia harus menjelma sebagai gaya hidup yang menjawab tantangan zaman. Generasi muda Indonesia memiliki segala potensi untuk menjadikan krisis sebagai peluang, menciptakan nilai ekonomi sekaligus sosial, serta membentuk masa depan bangsa yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan. (redaksi)