
Sumenep, 16 September 2025 – Di balik kasus dugaan penganiayaan yang menimpa seorang warga berinisial DW, tersingkap potret praktik rente yang dijalankan oleh S, warga Kolor, Kabupaten Sumenep. Perempuan ini bukan sekadar diduga melakukan tindak kekerasan, tetapi juga dikenal arogan karena kerap mengaku memiliki bekingan aparat.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, S menjalankan aktivitas gadai dan pinjam uang dengan sistem rente dengan bunga tinggi yang membebani masyarakat. Sejumlah warga menyebut, korban tidak hanya sekali mendengar janji palsu pelaku terkait pengembalian barang atau uang tebusan.
Kasus terbaru menimpa DW, pemilik sepeda motor Honda Scoopy yang digadaikan oleh temannya, D, kepada pelaku. Motor itu sudah berbulan-bulan tak pernah dikembalikan. Pelaku hanya berulang kali menjanjikan penyelesaian, tetapi tak ada realisasi.
Ketika suami D dan DW meminta pengembalian uang tebusan, pelaku justru marah dan diduga melakukan penganiayaan.
Kronologi Kekerasan
Pada Minggu, 14 September 2025 sekitar pukul 17.10 WIB, DW dan suaminya diajak suami D untuk mendatangi rumah kos pelaku. Awalnya suasana tenang, hingga akhirnya pukul 17.30 WIB pelaku datang. Pertanyaan tentang sepeda motor dijawab dengan janji baru: akhir September.
Merasa dipermainkan, korban meminta uang tebusan kembali. Perdebatan pun pecah. Pelaku diduga memukul tangan korban hingga ponsel terlempar, lalu memukul wajah korban di bagian kiri. Setelah dilerai, pelaku kembali memukul tangan korban hingga ponselnya jatuh untuk kedua kalinya.
Sesumbar Punya Bekingan
Dalam investigasi, terungkap kesaksian warga bahwa S sering sesumbar memiliki kenalan Kanit di Kepolisian Sumenep. Walaupun tak pernah dijelaskan Kanit apa atau dari unit mana, klaim tersebut kerap ia gunakan untuk membangun kesan bahwa dirinya kebal hukum.
“Dia kalau bicara, selalu bilang kenal Kanit. Jadi orang-orang segan. Tapi itu membuat dia makin arogan dan diatas angin,” ungkap seorang saksi yang mengetahui sepak terjang pelaku.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat Sumenep. Warga berharap kepolisian bekerja profesional, menindak tegas praktik rente yang disertai arogansi. “Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai masyarakat kecil jadi korban terus, sementara dia merasa dilindungi,” tegas seorang korban.
Kini publik menunggu apakah aparat benar-benar berani menuntaskan kasus ini, ataukah klaim “bekingan Kanit” yang kerap dijadikan tameng pelaku akan kembali membuat hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.